Kumpulan Cerita Sex Terbaru 2018 - Saat itu aku sedang diminta menjaga rumah adik, karena keluarganya
akan pergi hingga sore dan Tinah tinggal di rumah, karena kondisi
perutnya yang kurang baik. Menjelang keberangkatan keluarga adik, aku
sudah datang di sana.
“Mas..Tinah di rumah, perutnya agak kurang beres. Mis yang tak bawa“,
adikku memberi tahu. “Oo..ya“, jawabku. Tak berapa lama mereka telah
berangkat. Aku bergegas memasukkan sepeda motor ke dalam rumah. Tinah
lalu mengunci pagar. Aku masuk rumah lalu cepat – cepat duduk di depan
komputer, browsing, karena suami adikku memasang internet untuk
mendukung pekerjaannya. Mengecek email; cari info ini itu dan..tentunya
get into DS..he3x. 10menit kemudian Tinah menyajikan segelas es teh
untukku. “Makasih ya Tin“, ucapku. “Iya Pak..silakan diminum“, kata
Tinah. Pembantu – pembantu adikku memang dibiasakan memanggil “Pak“ pada
saudara – saudara majikannya, padahal terdengar sedikit asing di
telinga.
Tinah lalu kembali ke dapur, aku lalu meminum es tehnya, “Hah..segernya“, cuaca sedikit panas walau agak mendung.
Tinah kembali memasuki ruang keluarga, merapikan mainan – mainan anak
adikku. Posisi meja komputer dan mainan yang bertebaran di lantai
selisih dua kotak. Semula aku belum ngeh akan hal itu. Semula mataku
menatap layar komputer di situs DS. Saat Tinah mulai memasukkan kembali
mainan – mainan ke keranjang, baru aku menyadarinya. Sesekali aku
meliriknya. “Sedikit putih ternyata anak ini. Bodynya biasa aja sih,
langsing dan kayaknya masih padat. Wah..ini gara – gara masuk situs DS
jadi mikir macem – macem..hi3x“, pikiranku berkata – kata. Karena jarak
kami yang lumayan dekat, maka ketika Tinah bersimpuh di lantai merapikan
mainan di keranjang, otomatis kaosnya yang sedikit longgar
memperlihatkan sebentuk keindahan yang terbungkus penutup warna biru.
Tinah jelas tidak tahu kenakalan mataku yang sedang menatap sebagian
keindahan tubuhnya. “Andaikan aku…uhh..ngayal nih“. Tak terasa penisku
mulai membesar, “Ke kamar mandi mbetulin posisi penis nih..sambil
kencing“. Komputer kutinggal dengan layar bergambar Maria Ozawa sedang
disetubuhi di kamar mandi. Aku lalu masuk kamar mandi, membuka jins dan
cd lalu mengeluarkan penis. Agak susah juga kencing dengan penis yang
sedikit tegang. “Lah..pintu lupa tak tutup“, aku terkejut.
“Terlanjur..gak ada orang lain kok“, aku mendinginkan diri.
Aku keluar dari kamar mandi dan kembali duduk di depan komputer,
melanjutkan ngubek – ubek DS. “Cari camilan di meja makan ah..jadi
lapar“. Aku mencari apa yang bisa dimakan untuk menemani kesibukan nge –
net. “Ada roti sama biskuit nih..asyik“. Roti kusemir mentega dan selai
kacang dan diatasnya kulapis dengan selai blueberry, “Hmm..enaknya.
Nanti bikin lagi ah..masih banyak rotinya“. Rumah adikku tipe agak
kecil, jadi jarak antar ruangan agak dekat. Letak meja makan dengan
kamar pembantu hanya 3meter – an. Kulihat dengan ujung mata, Tinah
sedang di kamarnya entah beraktifitas apa. Selesai menyelesaikan semiran
roti, aku kembali ke ruang keluarga yang melewati kamar pembantu dan
kamar mandi mereka. 2detik aku dan Tinah bertatapan mata, tidak ada
sesuatu, biasa saja. Kumakan roti sambil n – DS lagi.
Terdengar gemercik air di belakang. Mungkin Tinah sedang mencuci
perabotan dapur atau sedang mandi. “Belum ambil air putih nih..“, tak
ada maksud apa – apa dengan suara air tersebut. Hanya kebetulan aku
belum minum air putih, walau telah ada es teh. Aku ke ruang makan lagi
dan mengambil gelas lalu menuju dispenser. Mata dan pikiran hanya
tertuju pada air yang mengucur dari dispenser. Baru setelah melewati
kamar mandi pembantu ada yang special di sana. ”Lah..pintunya kok
sedikit mbuka. Tin lupa dan sedang apa di dalam..moga gak mandi. Bisa
dilaporin ngintip aku”. Masih tak terlihat kegiatannya, setelah tangan
yang sedang menggapai gayung dan kaki yang diguyurnya baru aku
ngeh..Tinah sedang mandi.
”Duhh..kesempatan sangat – sangat langka ini..tapi..kalo dia teriak
dan nanti lapor adikku..bisa gawat bin masalah. Berlagak gak liat aja
ahh”. Aku menutup pintu kaca ruang makan dan melewati kamar mandi Tinah.
Tiba – tiba ”Ahh..ada kecoak..Hush..hush..Aduhh..gimana nih”, terdengar
keributan di sana. ”He3x..ternyata dia takut kecoak toh”, aku tersenyum
sambil pegang gelas saat melewati kamar mandi.
”Pak..Pak”, Tinah memanggilku. ”Walah..malah panggil aku. Gimana nih”.
”Tolong ambilkan semprotan serangga di gudang ya Pak..cepet ya
Pak..atau..”, tidak terdengar lanjutan kalimatnya. Sejak Tinah bersuara,
aku sudah berhenti dan diam di dekat pintu kamar mandi. ”Atau..Bapak
yang masuk pukul kecoaknya..mumpung masih ada”, lanjutnya.
Deg..”Ini..antara khayalan yang jadi nyata dan ketakutan kalo
dilaporkan”, aku berpikir. ”Cepet Pak..kecoaknya di dekat kloset. Bapak
masuk aja..nggak pa – pa.
Nggak saya laporin ke Bapak sama Ibu”, Tinah tahu keraguanku. ”Jangan
ah..nanti kalo ada yang tau atau kamu laporin bisa rame”, jawabku.
”Nggak Pak..bener. Aduh..cepet Pak..dia mau pindah lagi”, Tinah kembali
meyakinkanku dan meminta aku cepat masuk karena kelihatannya si kecoak
mau lari lagi. ”Ya udah kalo gitu. Bentar..ambil sandal dulu”. Sambil
tetap menimbang, take it or leave it. Aku menaruh gelas di meja makan
lalu mengambil sandal untuk membunuh kecoak nakal itu. Entah rejeki atau
kesialan bagiku tentang kemunculannya. ”Aku masuk ya Tin”, masih ragu
diriku. ”Masuk aja Pak”, Tinah tetap membujukku. Kubuka pintu kamar
mandi sedikit, lalu kuintip letak kecoaknya, belum terlihat. Pintu
dibuka lebih lagi oleh Tinah. Kepalanya sedikit terlihat dari balik
pintu dan tangannya menunjuk letak kecoak, ”..tuh Pak mau lari lagi”.
Aku melihatnya dan mulai masuk. Tinah berdiri di balik pintu dengan
menutupi sedikit bagian tubuhnya dengan handuk. Terlihat paha; pundak
dan daging susunya. Serta rambut yang diikat di belakang kepalanya,
walau hanya sedikit semua. Handuknya menutupi bagian paha ke atas, perut
hingga bagian dada, warna biru, yang disangga tangan kirinya. Semua hal
itu dari ekor mataku, karena fokusku pada sang kecoak. ”Memang mulus
dan cukup putih”, masih sempat aku memikirkannya. Bagaimana tidak, jarak
kami hanya 2 – 3 langkah, tidak ada orang lain lagi di rumah.
”Plak..plak”, kecoak pun mati dengan sukses. Aku guyur dengan air
agar masuk ke lubang pembuangan. Tanpa memikirkan lebih lanjut, aku lalu
melangkah ke luar kamar mandi. ”Terima kasih ya Pak..sudah nolongin”.
”Oh..iya..”, sambil kutatap dia dan Tinah tersenyum. ”Bapak nggak cuci
tangan sekalian..di sini saja”, tawar Tinah. ”Wah..ini. Makin bikin dag
dig dug”. ”Emm..iya deh”. Aku akan mencuci tangan dengan sabun, yang
ternyata posisi tempat sabun ada di belakang tubuh Tinah. Aku menengok
ke belakang tubuhnya. Rupanya dia baru sadar, lalu mengambilkan sabun,
”Maaf Pak..ini sabunnya”. Tinah mengulurkan sabun dengan tersenyum.
Sabun yang sedikit basah berpindah dan tangan kami mau tidak mau
bersentuhan. ”Makasih ya”, ujarku. Aku mencuci tangan dan mengembalikan
sabun padanya. ”Bapak nggak..sekalian mandi”, tanya Tinah.
”Waduh..tawaran apa lagi ini. Tambah gawat”. ”Iya..nanti di rumah”.
”Nggak di sini saja Pak?”. ”Kalo di sini yaa di kamar mandi depan”. ”Di
kamar mandi ini saja Pak..”. ”Nggaklah..jangan. Di depan aja. Kalo di
sini ya habis kamu mandi”. ”Maksud saya..sekalian sekarang sama saya.
Hitung – hitung Bapak sudah nolongin saya”. Matanya memohon. Deenngg,
sebuah lonceng menggema di kepala. ”Ini ajakan yang membahayakan, juga
menyenangkan”, pikirku. ”Bapak nggak usah mikir. Saya nggak akan bilang
siapa – siapa. Ya Pak..di sini saja”, dia memahami kekhawatiranku.
”Emm..ya udah kalo kamu yang minta gitu”, jawabku.
Entah mengapa aku merasa canggung saat akan membuka kaosku. Padahal
tidak ada orang lain dan juga sesekali ke pijat plus. Aku buka jam
tanganku dulu, lalu aku keluar dari kamar mandi dan kuletakkan di meja
makan. Posisi Tinah masih tetap di belakang pintu, dengan tangan kanan
menahan pintu agar tetap agak terbuka. Kembali ke kamar mandi, kubuka
kaosku dan kusampirkan di cantolan yang menempel di tembok. ”Pintunya
nggak ditutup aja Tin ?”, tanyaku. Pertanyaanku sesungguhnya tidak
memerlukan jawaban, hanya basa basi. “Nggak usah Pak..kan nggak ada
siapa – siapa”, jawab Tinah. Lalu kubuka jinsku, kusampirkan pula.
Sesaat aku masih ragu melepas kain terakhir penutup tubuhk, cd – ku.
“Bapak nggak nglepas celana dalem ?”, tanyanya. “Heh..ya iya”, kujawab
dengan nyengir. Penisku sebisa mungkin kutahan tidak mengembang, tapi
hanya bisa kutahan mengembang ¼ – nya. Sengaja kutatap matanya saat
melepas cd – ku. Mata Tinah sedikit membesar. Kusampirkan juga cd – ku.
Lalu dengan tenang Tinah menyampirkan handuk biru yang sedari tadi
menutup sebagian tubuhnya. “Duh..pantatnya masih ok. Pinggangnya tidak
berlemak. Sabar ya nak..kita liat situasi dulu”, kataku pada sang penis
sambil kuelus.
Tinah lalu membalikkan badan. Cegluk, suara ludah yang kutelan.
“Uhh..susu yang masih bagus juga. Pentilnya nggak terlalu besar,
areolanya juga, warnanya pas..nggak item banget. Perutnya sedikit rata
dan..hmm..rambut bawahnya hanya sedikit”. Mau tidak mau, penisku makin
mengembang dan itu jelas dilihat Tinah. Kembali sebisa mungkin kutahan
perkembangannya. Tinah lalu menggosok gigi dahulu. Karena aku tidak
membawa sikat gigi, hanya berkumur dengan obat kumur. “Bapak saya
mandiin dulu ya”, kata Tinah. “Terserah kamu”, jawabku sambil tersenyum.
Tinah lalu mengambil segayung air, diguyurkan ke badan dari leher dan
pundak. Mengambil lagi segayung, diguyurkan ke perut dan punggung
ditambah senyum manisnya. Ia lalu meraih sabun, digosokkan ke leher;
pundak; dada dan tangan kananku. Dibasahinya sabun dengan diguyur air
lalu digosokkan ke tangan kiri; perut; penis; bola – bolaku.
“Uhh..gimana bisa nahan penis nggak ngembang”. Bagaimana tidak, saat
menggosok penis dan bola – bolaku sengaja digosok dan di urutnya.
Ditatapnya senjata kebanggaanku, lalu menatapku dan tersenyum. Aku hanya
bisa membalasnya dengan senyum juga. Diambilnya lagi segayung air,
sabun dibasahi dan sisanya diguyurkan ke paha dan kaki lalu digosoknya.
Sabun kemudian diletakkan di pinggir bak mandi, kemudian mengambil
segayung air dan diguyurkan ke badan depanku. Ambil segayung lagi dan
diguyurkan lagi, tak lupa senjataku dibersihkan dari sisa – sisa sabun.
Sedikit diremas oleh Tinah. Kutahan keinginanku untuk membalas
perlakuannya, “biar Tinah yang pegang kendali”.
“Balik badan Pak”, perintahnya. Air diguyurkan ke punggung dan bagian
bawah badanku. Digosoknya punggung; pantat; lalu paha dan kaki sisi
belakang. Bonusnya, kembali menggosok penis dan bola – bolaku dan
meremasnya. “Duh..ni anak. Bikin senewen..sengaja membuat panas aku“.
Kembali air mengguyur tubuh belakangku, sebanyak 3x. Dibalikkan badanku
lalu mengguyur senjataku, digosok – gosoknya hingga sedikit memerah.
Jantungku makin berdebar. “Sudah selesai Pak“, kata Tinah. “Makasih ya
Tin“. “Emm..kamu mau tak mandiin juga ?“, kepalang basah, kutawarkan
permintaan seperti dia tadi. “Nngg..nggak usah Pak..ngrepoti Bapak“. “Ya
nggaklah..jadi imbang kan“. Langsung kuambil segayung air lalu kuguyur
ke tubuh depannya. Ia hanya menatapku. Kuambil lagi segayung. Lalu sabun
yang tadi tergeletak di pinggir bak mandi kuambil dan aku basahi.
Kugosok leher; pundak; dan kedua tangannya. Kubasahi sabun lagi dan
kugosokkan ke dada; kedua susu dan pentilnya; serta perut. Kutatap
matanya saat kugosok kedua gunungnya yang kumainkan sedikit pentil –
pentilnya. Tinah juga menatapku. Matanya mulai sedikit sayu. 1menit – an
kumainkan pentil –pentilnya, lalu sedikit kuremas susu kirinya.
Bibirnya sedikit membuat huruf o kecil dan “ohh..hhmm“. Kubasahi lagi
sabun, dan kugosokkan ke pinggang; paha dan kedua kakinya. Vagina luar
hanya kusentuh sedikit dengan sabun, takut perih dan iritasi nanti.
Itupun sudah cukup membuat matanya makin meredup. Air segayung lalu
kuguyurkan ke tubuhnya 2 – 3x. Kugosok dan kuremas sedikit keras dua
gunungnya. Sedikit berguncang. Dua tangan Tinah memegang pinggir bak
mandi, mulai erat. Kumainkan lagi pentil – pentilnya.
Aku merundukkan badan dan kukecup pucuk – pucuk bunganya bergantian.
Tak perlu lagi ijin darinya. Tangan kiriku mengusap – usap lembut luar
vaginanya. “Ouuh Paakk..“, Tinah mulai mendesah. Kukecup bibirnya
lembut, “nanti dilanjut lagi“. Matanya seakan bernada protes, tapi Tinah
diam saja. Kubalikkan tubuhnya, lalu kuguyur punggungnya sekarang.
Sabun kugosokkan ke punggung; pinggang; pantat. Sabun kubasahi lagi lalu
kugosokkan ke paha dan kaki bagian belakang. Aku menyusuri tubuh
depannya lagi dari pinggang belakangnya. Tinah sedikit menggeliat geli.
Kutangkupkan dua tanganku di dua susunya. Aku senang bermain – main di
susu yang bagus atau masih ok. Seluruh belakang lehernya aku cium dan
kecup, begitu juga dua kupingnya dan kubisikkan ”kamu diam saja
ya..cup”. ”Geli Paakk..”, Tinah mendesah lagi. Dua pucuk bunganya makin
mengencang dan keras. Aku menyentil – nyentil, kuputar – putar seperti
mencari gelombang radio. Dua tangan Tinah mencengkeram paha depanku.
”Aahh..hmmppff”, erangnya. Tangan kananku mengambil segayung air,
kuguyur ke tubuh depannya. Kali ini kuusap – usap vagina luarnya dengan
tangan kanan, sedang yang kiri tetap di susu kanan Tinah.
Pahaku makin dicengkeramnya. Kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan
seiring kecupan dan ciumanku di belakang leher dan daun – daun
telinganya. Sesekali aku menyentuh bibir dalamnya. Terasa telah
menghangat dan sedikit basah. ”Ppaakkk..oohhh”. Tubuhnya mulai
menggeliat – geliat. Jari tengah kanan kumasukkan sedikit dan
kusentuhkan pada dinding atas vaginanya, sedang jempol kananku kutekan –
tekankan di lubang kencingnya. ”Aauugghhh Ppaakkk..eemmmppfff”. Kuku –
kuku jemari Tinah terasa menggores dua paha depanku. ”Kenapa
Tinah..hmm..kamu sendiri yang memulai kan”, bisikku. Tangan kiriku
meraih kepalanya dan kupalingkan ke kanan, dan kutahan lalu kucium
dengan nada 2 kecup 1 masukkan lidah. Tinah terkejut, matanya sedikit
membesar tapi kemudian ia menikmatinya. Ganti tangan kananku melakukan
hal yang sama. Tinah hanya bisa mengeluarkan suara yang tertahan
”nngg..emmppfftt..nnngggg”, begitu berulang. Vagina dalamnya makin
hangat dan basah. Secara tiba – tiba kuhentikan lalu kubalikkan badannya
menghadapku. Kemudian aku sandarkan tubuhnya di bak mandi. Aku kemudian
berjongkok dan mulai mengecupi vaginanya. ”Jjanggann Ppakk..jorok..”,
dengan dua tangannya menahan laju kepalaku. Kutatap matanya dan
”sssttt..”, jari telunjuk kanan kuletakkan di bibirnya. Dua tangannya
kusandingkan di samping kiri dan kanan tubuhnya.
Kukecup kecil, sekali dua kali. Kemudian lidahku mulai menjulur di
pintu kenikmatan kami. Mataku kuarahkan menatapnya. Tinah agak malu
rupanya, tetapi ada sedikit senyum di sana. Lidahku makin intens
menyerang vagina luar dan dalamnya. ”Ssuuddaahh
Pppaakk..aaaddduuuhh..oohhhh”, disertai geliat tubuh yang makin menjadi.
Karena tak tahan dengan seranganku, dua tangannya meremas dan sedikit
menarik rambut dan kepalalu. Cairan lavanya makin keluar. Dua tanganku
mendekap erat buah pantatnya. Jari tengah kiriku sesekali kumasukkan ke
vagina dari belakang lalu kesentuhkan dan kutekan sedikit ke anusnya.
”Aammppuuunnn Pppaakkk..oouuuggghh..eeemmmpppfffs
ssuudddaahhh..ooohhhh”, matanya agak membeliak ke atas dan kepala
serta rambutku diremasnya kuat. Lava kepuasan dirinya mengalir deras,
rasanya gurih sedikit manis. Kudekap erat Tinah dengan kepalaku di
vaginanya dan pantatnya kuremas – remas. Kepalaku tetap diusap –usap
oleh Tinah.
Ia menarik kepalaku dan menciumnya ganas. Lambat laun Tinah dapat
belajar dariku. Tangan kanannya meremas dan menarik – narik penisku.
”Panjang ya Pak”, tanya Tinah. ”Biasa kok Tin..pingin ya..”, godaku.
”Aahh Bapak..”, jawabnya dengan memainkan bola – bolaku. Tinah
merundukkan tubuhnya lalu tangan kirinya memegang penis dan menciumnya.
Mungkin ia belum pernah meng – oral suaminya dulu sebab penisku hanya
dicium – cium dan diremas – remas. ”Kamu mau ngemut burungku Tin..kayak
ngemut permen lolly ? Tapi kalo belum pernah ya nggak usah..nggak pa –
pa”. Tinah menatapku dan kubelai rambutnya. Dengan wajah ragu
didekatkannya penisku di bibirnya. Tinah mulai membuka mulut, sedikit
demi sedikit penisku memasuki mulutnya. Tinah menatapku lagi, meminta
penjelasan langkah selanjutnya. ”Sekarang..kamu maju mundurkan dengan
dipegang tanganmu. Yaa..gitu..oohh..hhmm”. Rupanya muridku cepat
mengerti penjelasan gurunya. Rambut dan kepalanya kubelai dan kuremas –
remas. ”Lalu..lidahmu kamu puter – puter di kepala penis atau di lubang
kencing yang bergaris panjang ituuu..yyyahhhh..sssuuudddaahh
pppiiinnnttteeerrr kkkaaammuu Tttiinnnn”.
Kuangkat kepalanya dari penisku dan kami berciuman dengan panas.
Saling meremas susu; pantat dan kelamin masing – masing. Lalu kubalikkan
lagi tubuhnya menghadap bak mandi. Dua tangannya kuletakkan di pinggir
bak mandi. Kembali aku bermain – main di gunung Tinah. Penisku yang
telah panas dan mengacung sekali kudekatkan ke vaginanya. Kukecup –
kecup pundak dan leher belakangnya. Ikat rambutnya aku lepas sehingga
dirinya terlihat makin seksi kala menggeliat – geliat dan rambutnya
tergerai ke sana kemari. Aku geser – geserkan penis di pintu surgawinya,
sengaja aku mempermainkan rangsangan pada Tinah.
”Oohh..Ppaakk..mmaassuukkkiinn..Pppaakkk”, pintanya. ”Kamu mau burungku
kumasukkin..hmm.. ?”. ”Iyyyaa..Pppaakkk..aaayyyoo Pppaakk..”, rintihnya
makin kencang. Kumasukkan penis pelan – pelan. ”Eemmppff..”, erangnya.
Lalu kuhentakkan pelan hingga penisku terasa menyentuh dinding belakang.
”Ooouuggghh..Pppaakkkk..mentok Pppaakk”. Aku menggerakkan tubuh pelan –
pelan, kunikmati jepitan dinding – dindingnya yang masih kuat. Dua
tanganku tak henti bermain di dadanya. Kumainkan irama di vaginanya
dengan hitungan 1 – 2 pelan 3 kuhentakkan dalam – dalam. Lalu tangan
kananku meraih kepalanya seperti tadi dan kucium panas bibirnya. Dinding
vagina Tinah makin hangat dan banjir sepertinya. Dua tangannya
mencengkeram erat pinggir bak mandi.
Sekarang tanpa hitungan, kumasuk keluarkan penis cepat dan kuat. ”Oohh..
oohh…hhmmppffftt..”, erang Tinah berulang. Sedang aku sedikit menggeram
dan ”oouugghhh..hhmmppff..mpekmu enaknya Tttiinn..”. ”Bbuurrruunnggg
Bbbaapppakk jjjuugggaaa”. Jarak pinggangku dan pantat Tinah makin rapat.
Tangan kanan kuusap – usapkan di vaginanya. Dalam kamar mandi hanya ada
suara tetes air satu – satu serta desah, bunyi beradunya paha dan
pantat dan erangan kami. ”Pppaaakkk..sssaaayyyaa mmaaauu..ooohhh..”.
”Tttuunnggguu Tttiiinnn..aaakkkuuu jjjuuggggaa..Di dalam apa di
llluuaarrr”, tanyaku. ”Dddaa
lllammm aajjjaaa Pppaakkkk..oobbaattnyaa mmassihh aaddaa..”, jawab
Tinah. Mendengar itu serangan makin kufokuskan. Segala yang ada di
tubuhnya aku remas. Dua tangan Tinah tak tahan di pinggir bak mandi dan
mencengkeram paha serta pantatku. Bibirku dicarinya lalu
”hhhmmmpppfffttt..”. Pantatku diremas kuat – kuat. Bibirnya dilepas
dariku dan ”ooouuggghhh..”, desah Tinah panjang. Lava yang hangat terasa
mengaliri penisku yang masih bekerja. Kepalanya tertunduk menghadap air
di bak mandi. Kudekap erat tubuh depannya. Kukecup dan kugigit leher
belakangnya. Lalu tangan kiriku meraih kepalanya dan kucium dalam –
dalam. Dengan satu hentakan dalam kumuntahkan magma berkali – kali.
”Ooouugghhh Tttiinnaahhh..hhhmmm..”. kepalaku tertunduk di pundaknya
dengan tangan kiri di susu sedang yang kanan di vaginanya.
Lama kami berposisi seperti itu. ”Makasih ya Tin..kamu baik sekali.
Enak banget tubuhmu”, kataku dengan membalikkan badannya dan kucium
mesra bibirnya. Penis kumasukkan lagi, masih ingin berlama – lama di
hangatnya vagina Tinah. ”Saya yang terima kasih Pak. Sudah lama saya
pingin tapi sama orang nggak kenal kan nggak mungkin Pak. Burung Bapak
pas di mpek saya”, Tinah menjawab dan mencium bibirku pula. ”Mpekmu
masih kuat nyengkeramnya..dan panas”. Kubelai – belai kepalanya, ”kok
bisa kamu pingin ngajak main sama aku ? Malah aku yang takut kamu
laporin”. Sambil mengusap – usap punggungku, ”Tadi waktu saya bersihin
mainan adik, saya liat gambar di komputer. Terus waktu Bapak kencing
tadi kan lupa nutup pintu..keliatan burung Bapak yang agak gede pas
keluar dari celana”. ”Oo gitu..nakal ya kamu. Bener kamu masih nyimpen
obatnya ?”, sambil kucubit pipinya. ”Masih kok Pak..sisa yang dulu”,
jawab Tinah. Makin lama terasa penisku yang mengecil. Kucium dalam –
dalam lagi bibirnya, ”sekarang..mandi yang beneran”. ”Heeh..iya Pak”,
Tinah menjawab sambil tersenyum manis. Ia lalu memelukku erat. Aku
membalasnya dengan memeluk erat dan mengusap – usap punggung serta
kepalanya. TAMAT
adik
akan
aku
dan
di rumah
diminta
hingga
itu
karena
keluarganya
menjaga
pergi
rumah
Saat
sedang
sore
Tinah
tinggal
0 comments:
Post a Comment